Sabtu, 10 Januari 2015

TUGAS IV

KESIAPAN DIRI MEMASUKI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015


Tak terasa kita sudah berada ditahun 2015, kita akan memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community), dimana akan adanya aliran bebas barang, jasa, dan tenaga kerja terlatih (skilled labour) serta aliran investasi yang lebih bebas. ASEAN akan menjadi pasar tunggal produksi. Saya fokus pada kata-kata “aliran bebas tenaga kerja terlatih”. Secara umum skilled labour atau tenaga kerja terlatih dapat diartikan sebagai pekerja yang mempunyai keterampilan atau keahlian khusus, pengetahuan, atau kemampuan dibidangnya yang bisa berasal dari lulusan perguruan tinggi, akademisi, atau sekolah teknik ataupun dari pengalaman kerja.
Apa bila AEC terwujud pada tahun 2015, maka dipastikan akan terbuka kesempatan kerja seluas-luasnya bagi warga negara ASEAN. Para warga negara dapat keluar dan masuk dari satu negara ke negara lain mendapatkan pekerjaan tanpa adanya hambatan dinegara yang dituju (KEMENDAG: Menuju ASEAN Economic Community 2015).  Wallah, kalau warga negara lain bisa keluar masuk ke negara kita untuk dapatkan pekerjaan tanpa hambatan, bisa-bisa kita jobless ya nanti kalau kita gak punya kompetensi atau skill dan masih aja kita dipermainkan Behel, Blackberry, Kosmetik, dan barang-barang “hedonisme” lainnya. Bodoh ya, bisa-bisanya benda mati menguasai kita dan menghilangkan jati diri kita sebagai mahasiswa.
Sebenarnya, ada dua sisi ekstrim. Production base dan market base. Saya kira tidak perlu menjelaskan dua istilah itu karena kita “katanya kaum intelektual”. Itu “katanya”, gak tahu apakah masih benar atau tidak. Kedua istilah diatas mari kita kaitkan dengan tenaga kerja.  Kita akan menjadi “production base” dalam tenaga kerja jika kita benar-benar bisa mengisi diri selama kuliah, menguasai kompetensi yang “lebih” seperti komputer , bahasa inggris, ataupun kompetensi lainnya terutama keahlian dibidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Pengusaha dari luar negeri lebih mempercayai sertifikat kompetensi daripada ijazah SMU atau perguruan tinggi dari tenaga kerja lokal Indonesia. Mengapa? Mereka tentu akan tetap menghargai ijazah sarjana, namun kalau dari segi skill dan kemampuan, mereka tetap akan melihat kompetensi yang diambil lewat kursus atau pelatihan karena memang biasanya, tenaga kerja lulusan perguruan tinggi rata-rata tidak siap kerja.  Dan sekedar informasi bahwa dalam menghadapi Pasar Tunggal ASEAN 2015, institusi pemerintah di Vietnam dan Thailand disana sudah melakukan kursus-kursus bahasa Indonesia kepada dokter, perawat, tenaga parawisata, engineer, dll. Mereka sudah mempersiapkan sumber daya manusia untuk segera masuk menyerbu lapangan kerja di Indonesia. Bagaimana dengan kita, hai saudara-saudari?
Dan lapangan kerja dinegara kita akan menjadi “market base” jika kita tidak berdaya saing ketika sudah tamat kuliah nantinya. Masak kita menjadi penganggguran ditanah kita sendiri dan membiarkan orang dari negara lain bekerja hanya karena kita tidak berdaya saing. Ayolah kawan-kawan, kita tidak boleh menjadi budak dinegeri sendiri. Janganlah kita mengira bahwa hanya dengan meraih gelar sarjana saja, kita merasa pekerjaan sudah menjadi milik kita nantinya. Itu namanya klaim sepihak kawan-kawan! Dan pasti tidak akan begitu keadaannya nanti.
Dan jangan-jangan keadaan kita sekarang  tepat seperti kutipan pidato Erica Goldson, seorang lulusan terbaik dari Coxsackle-Athens High School, New York pada tahun 2010.
“Saya lulus. Seharusnya saya menganggapnya sebagai sebuah pengalaman yang menyenangkan, terutama karena saya adalah lulusan terbaik dikelas saya. Namun, setelah direnungkan, saya tidak bisa mengatakan kalau saya memang lebih pintar dibandingkan dengan teman-teman saya. Yang bisa saya katakan adalah kalau saya memang yang terbaik dalam melakukan apa yang diperintahkan pada saya dan juga dalam hal mengikuti sistem yang ada.

“Disini saya berdiri, dan seharusnya bangga bahwa saya telah selesai mengikuti proses indoktrinasi ini. Saya akan pergi musim dingin ini dan menuju tahap berikut yang diharapkan pada saya, setelah mendapatkan sebuah dokumen kertas yang mensertifikasikan bahwa saya telah sanggup bekerja. Tetapi saya adalah seorang pemikir, pencari pengalaman hidup-bukan pekerja. Pekerja adalah orang yang  terjebak dalam pengulangan, seorang budak dalam sistem yang mengurung dirinya. Sekarang, saya telah berhasil menunjukkan kalau saya budak terpintar. Saya melakukan apa yang disuruh kepadaku secara ekstrim baik.”

Saya tidak tahu apa yang saya inginkan dalam hidup ini. Saya tidak memiliki hobi, karena semua mata pelajaran hanyalah sebuah pekerjaan untuk belajar, dan saya lulus dengan nilai terbaik disetiap subjek HANYA DEMI UNTUK LULUS, BUKAN UNTUK BELAJAR. Dan jujur saja, sekarang saya mulai ketakutan……..”


       Sudah saatnya mengubah pola pikir dari job seeker menjadi job creator, berbuat nyata dalam masyarakat dengan menerapkan ekonomi kerakyatan dan bukan malah menyuburkan kapitalisme bahkan mungkin neoliberalisme, dan terpenting tidak menjadi orang seperti didalam pidato Erica  Goldson diatas dengan BERANI keluar dari kenyataan yang kita alami dikampus ini sekarang. Ayo!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar