KESIAPAN DIRI MEMASUKI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015
Tak terasa kita sudah berada ditahun
2015, kita akan memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community),
dimana akan adanya aliran bebas barang, jasa, dan tenaga kerja terlatih (skilled
labour) serta aliran investasi yang lebih bebas. ASEAN akan menjadi pasar
tunggal produksi. Saya fokus pada kata-kata “aliran bebas tenaga kerja
terlatih”. Secara umum skilled
labour atau tenaga kerja terlatih dapat diartikan sebagai pekerja yang
mempunyai keterampilan atau keahlian khusus, pengetahuan, atau kemampuan
dibidangnya yang bisa berasal dari lulusan perguruan tinggi, akademisi, atau
sekolah teknik ataupun dari pengalaman kerja.
Apa bila AEC terwujud pada
tahun 2015, maka dipastikan akan terbuka kesempatan kerja seluas-luasnya bagi
warga negara ASEAN. Para warga negara dapat keluar dan masuk dari satu negara
ke negara lain mendapatkan pekerjaan tanpa adanya hambatan dinegara yang dituju
(KEMENDAG: Menuju ASEAN Economic Community 2015). Wallah,
kalau warga negara lain bisa keluar masuk ke negara kita untuk dapatkan
pekerjaan tanpa hambatan, bisa-bisa kita jobless ya nanti
kalau kita gak punya kompetensi atau skill dan
masih aja kita dipermainkan Behel, Blackberry, Kosmetik, dan
barang-barang “hedonisme” lainnya. Bodoh ya, bisa-bisanya benda
mati menguasai kita dan menghilangkan jati diri kita sebagai mahasiswa.
Sebenarnya, ada dua sisi ekstrim. Production
base dan market base. Saya kira tidak perlu menjelaskan
dua istilah itu karena kita “katanya kaum intelektual”. Itu “katanya”, gak tahu
apakah masih benar atau tidak. Kedua istilah diatas mari kita kaitkan dengan
tenaga kerja. Kita akan menjadi “production base” dalam tenaga kerja
jika kita benar-benar bisa mengisi diri selama kuliah, menguasai kompetensi
yang “lebih” seperti komputer , bahasa inggris, ataupun kompetensi lainnya terutama
keahlian dibidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Pengusaha dari luar
negeri lebih mempercayai sertifikat kompetensi daripada ijazah SMU atau
perguruan tinggi dari tenaga kerja lokal Indonesia. Mengapa? Mereka tentu akan
tetap menghargai ijazah sarjana, namun kalau dari segi skill dan kemampuan,
mereka tetap akan melihat kompetensi yang diambil lewat kursus atau pelatihan
karena memang biasanya, tenaga kerja lulusan perguruan tinggi rata-rata tidak
siap kerja. Dan sekedar informasi bahwa dalam menghadapi Pasar
Tunggal ASEAN 2015, institusi pemerintah di Vietnam dan Thailand disana sudah
melakukan kursus-kursus bahasa Indonesia kepada dokter, perawat, tenaga
parawisata, engineer, dll. Mereka sudah mempersiapkan sumber daya
manusia untuk segera masuk menyerbu lapangan kerja di Indonesia. Bagaimana
dengan kita, hai saudara-saudari?
Dan lapangan kerja dinegara
kita akan menjadi “market base” jika kita tidak berdaya saing ketika sudah
tamat kuliah nantinya. Masak kita menjadi penganggguran
ditanah kita sendiri dan membiarkan orang dari negara lain bekerja hanya karena
kita tidak berdaya saing. Ayolah kawan-kawan, kita tidak boleh menjadi budak
dinegeri sendiri. Janganlah kita mengira bahwa hanya dengan meraih gelar
sarjana saja, kita merasa pekerjaan sudah menjadi milik kita nantinya. Itu
namanya klaim sepihak kawan-kawan! Dan pasti tidak akan begitu keadaannya
nanti.
Dan jangan-jangan keadaan kita
sekarang tepat seperti kutipan pidato Erica Goldson, seorang lulusan
terbaik dari Coxsackle-Athens High School, New York pada tahun 2010.
“Saya lulus. Seharusnya saya menganggapnya
sebagai sebuah pengalaman yang menyenangkan, terutama karena saya adalah
lulusan terbaik dikelas saya. Namun, setelah direnungkan, saya tidak bisa
mengatakan kalau saya memang lebih pintar dibandingkan dengan teman-teman saya.
Yang bisa saya katakan adalah kalau saya memang yang terbaik dalam
melakukan apa yang diperintahkan pada saya dan juga dalam hal mengikuti sistem
yang ada.”
“Disini saya berdiri, dan seharusnya bangga
bahwa saya telah selesai mengikuti proses indoktrinasi ini. Saya akan pergi
musim dingin ini dan menuju tahap berikut yang diharapkan pada saya, setelah
mendapatkan sebuah dokumen kertas yang mensertifikasikan bahwa saya telah
sanggup bekerja. Tetapi saya adalah seorang pemikir, pencari pengalaman
hidup-bukan pekerja. Pekerja adalah orang yang terjebak dalam
pengulangan, seorang budak dalam sistem yang mengurung dirinya. Sekarang,
saya telah berhasil menunjukkan kalau saya budak terpintar. Saya melakukan
apa yang disuruh kepadaku secara ekstrim baik.”
“Saya tidak tahu apa yang saya inginkan
dalam hidup ini. Saya tidak memiliki hobi, karena semua mata pelajaran
hanyalah sebuah pekerjaan untuk belajar, dan saya lulus dengan nilai
terbaik disetiap subjek HANYA DEMI UNTUK LULUS, BUKAN UNTUK BELAJAR.
Dan jujur saja, sekarang saya mulai ketakutan……..”
Sudah saatnya mengubah pola pikir dari job
seeker menjadi job creator, berbuat nyata dalam masyarakat
dengan menerapkan ekonomi kerakyatan dan bukan malah menyuburkan kapitalisme
bahkan mungkin neoliberalisme, dan terpenting tidak menjadi orang seperti
didalam pidato Erica Goldson diatas dengan BERANI keluar dari
kenyataan yang kita alami dikampus ini sekarang. Ayo!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar