- ACCOUNTING “FUNDAMENTAL CONCEPT”
Sebelum membahas mengenai
Accounting “Fundamental Concepts” ( Konsep Dasar Akuntansi ) terlebih dahulu
kita perlu mengetahui apa itu akuntansi. Akuntansi adalah suatu aktivitas jasa
(mengidentifikasikan, mengukur, mengkalsifikasikan dan mengikhtisarkan)
kejadian atau transaksi ekonomi yang menghasilkan informasi kuantitatif
terutama yang bersifat keuangan yang digunakan dalam pengambilan keputusan
(Amin. W, 1997). Pengertian Akuntansi menurut Abubakar.
A & Wibowo (2004) adalah proses identifikasi, pencatatan dan komunikasi
terhadap transaksi ekonomi dari suatu entitas/perusahaan. Pengertian
akuntansi menurut American Institute of Certified Public Accounting
(AICPA) dalam Ahmed Riahi Balkaoui mendefinisikan akuntansi sebagai
berikut: akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan dan peringkasan
transaksi dan kejadian yang bersifat keuangan dengan cara yang berdaya guna dan
dalam bentuk satuan uang dan penginterprestasikan hasil tersebut (Balkaoui,
2000:37).
Secara umum akuntansi
memiliki konsep dasar yang menjadi acuan dalam menyusun standar akuntansi yang
ditujukan bagi praktek akuntansi. Basis postulat akuntansi inilah yang kemudian
muncul konsep-konsep dasar dalam penyajian maupun pelaporan keuangan entitas.
Berikut akan disajikan beberapa konsep dasar akuntansi dalam berbagai versi.
Konsep dasar akuntansi
menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Kerangka Dasar Penyajian dan
Pelaporan Keuangan (KDPPLK) paragraf 22 dan 23 menyatakan bahwa asumsi dasar
akuntansi berdasarkan dasar akrual dan kelangsungan usaha(going concern).
Menurut International Financial Reporting Standards (IFRS)
pada The Conceptual Framework for Financial Reporting paragraf
4.1, sebagai asumsi dasar akuntansi adalah hanya kelangsungan usaha. Sedangkan
menurut Paton dan Littleton yang dikutip Suwardjono (2005), konsep dasar
akuntansi terdiri dari, konsep kesatuan usaha (Entity Theory),
kontinuitas usaha(going concern), penghargaan sepakatan, kos melekat(cost
attach), upaya dan hasil(effort and accomplishment), bukti
terverifikasi, dan asumsi.
Dengan lebih lengkap,
Anthony, Hawkins, dan Merchant sebagaimana yang dikutip Suwardjono (2005),
konsep dasar akuntansi terdapat beberapa poin, di antaranya konsep pengukuran
dengan unit uang, konsep entitas, konsep kelangsungan usaha, konsep kos, aspek
ganda, periode akuntansi, konservatisme, realisasi, penandingan, konsistensi,
dan materialitas. Maka, untuk kepentingan penelitian, hanya akan dijelaskan
konsep dasar yang merupakan postulat akuntansi dan berhubungan dengan asumsi
dasar akrual sebagai basis pencatatan akuntansi. Yaitu, konsep entitas, konsep
pengukuran uang, konsep kelangsungan usaha, konsep dua aspek akuntansi, konsep
kos, konsep periode akuntansi, konsep penandingan (matching concept),
dan konsep upaya dan hasil (effort and accomplishment). Berikut
penjelasan masing-masing konsepnya:
1. Konsep Entitas Bisnis (Entity Theory)
Dalam konsep ini bisnis perusahaan sebagai suatu organisasi bisnis diperlakukan
berbeda atau secara hukum terpisah dengan pemilik dari bisnis tersebut. Hal ini
termasuk bahwa transaksi-transaksi dalam bisnis tersebut harus dijaga secara
keseluruhannya agar terpisah dari urusan pribadi dari seorang pemiliknya.
Namun, diperbolehkan bagi seorang pemilik untuk dapat memperoleh informasi yang
benar mengenai kondisi perusahaannya.
Business entity concept atau dalam literatur-literatur teori
akuntansi dikenal denganentity theory digagas oleh William A Paton,
seorang professor dari Universitas Michigan. Ditegaskan olehnya, bahwa dengan
adanya entity theory, perusahaan dengan pemiliknya menjadi
terpisah. Kepemilikan aset dimiliki oleh perusahaannya, dan antara kewajiban
dengan pemegang ekuitas oleh investor dalam aset tersebut merupakan hak yang
berbeda. Atas dasar konsep ini, maka dapat dirumuskan dalam posisi keuangan
atau neraca bahwa aset sama dengan jumlah kewajiban ditambah dengan ekuitas
pemilik. Konsep ini menurut Suwardjono (2005) mempersonifikasi badan usaha
sebagai orang yang dapat melakukan perbuatan hukum dan ekonomi, misalnya dalam
pembuatan kontrak dan kepemilikan aset. Menurutnya, sebagai konsekuensi dari
konsep entitas, hubungan antara entitas dengan pemilik dipandang sebagai
hubungan bisnis terutama dalam hak dan kewajiban atau utang piutang.
Meskipun antara perusahaan dengan pemiliknya terpisah, namun pemilik tetap
berhak atas keuntungan yang harus diberikan oleh perusahaan dalam bentuk
dividen. Laba bersih yang diperoleh dengan demikian bukanlah semerta-merta
adalah hak dari pemilik perusahaan. Diperlukan proses dalam menentukan untuk
dapat ditentukan kebijakan distribusi laba dalam bentuk dividen atau mengambil kebijakan
untuk menahan laba, yang dikenal dengan laba ditahan yang ditambahkan pada
ekuitas pada posisi keuangan. Yang secara substansi juga menambah kekayaan dari
pemilik perusahaan itu sendiri.
Dalam hubungan antara perusahaan dengan pemilik ini memang perlu pengkajian
apakah entity theory selamanya menjadi relevan pada semua
bentuk bisnis. Sebab pada tiap bentuk bisnis, tetap ada keinginan pemilik untuk
menjadi bagian dari manajemen dan mengoperasikan bisnisnya tersebut. Namun, American
Accounting Association (AAA) yang dikutip Wolk, Francis, dan Tearney
(1991) dalam bukunya Accounting Theory: a Conceptual and Institutional
Approach menyatakan bahwa:
Although
the entity theory provides a good description of the relationship between the
firm and its owners, its duality relative to income and owner’s equity in the
traditional form has probably been responsible for fact that its precepts have
not taken a strong hold in committee reports and release of various accounting
bodies. (hlm
132)
Suwardjono (1986) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan konsep entitas bisnis (business
entity concept) memberikan konsekuensi bahwa laporan keuangan merupakan
pertanggungjawaban perusahaan dan bukanlah pertanggungjawaban pemilik, maka
dengan demikian pendapatan dan biaya dipandang sebagai perubahan dalam kekayaan
perusahaan bukannya perubahan dalam kekayaan pemilik.
Sebagai implikasi dalam administrasi perusahaan yang baik, Suwardjono (1986)
menyatakan bahwa menjadi hal yang sangat penting untuk memisahkan transaksi
perusahaan dan transaksi pribadi. Dalam administrasi lainnya, terutama dalam
memperlakukan biaya, semua biaya yang secara nyata terjadi dalam perusahaan
adalah tepat untuk dicatat pertama kali sebagai bagian dari total kekayaan (aset
atau aktiva) perusahaan. “Jadi, biaya pendirian perusahaan, biaya emisi saham,
dan biaya yang ada hubungannya dengan hal tersebut adalah unsur aktiva
perusahaan,(Suwardjono, 1986, hlm.5). Yang jelas konsep ini mendapat legitimasi
dengan diakuinya dalam bentuk badan usaha Perseroan Terbatas (PT) secara hukum.
2. Konsep Pengukuran Uang (Money
Measurement Concept)
Konsep ini mengandung pengertian bahwa uang merupakan alat ukur umum dan paling
tepat dalam aktivitas ekonomi dan menjadi dasar yang tepat pula bagi pengukuran
analisis akuntansi. Dalam pencatatan, unit moneter yang diwakili oleh uang
sangat relevan, sederhana, tersedia secara universal, dapat dipahami dan
berguna. Secara umum, dengan adanya uang sebagai alat ukur, menjadikan penyajian
akuntansi dengan unit moneter lebih dapat terkomunikasikan atas informasi
sumber daya ekonomi yang dimiliki dan tersaji dalam bentuk informasi
kuantitatif. Hal inilah yang membuat pengguna laporan keuangan lebih dapat
melihat objektifitas informasi sumber daya ekonomi bagi perusahaan untuk dapat
membuat keputusan ekonomi yang rasional.
Sebenarnya dalam konteks ekonomi, kehadiran uang sebagai alat tukar (medium
of exchange) karena sistem ekonomi tidak lagi menganut sistem ekonomi
non-barter. Hasilnya, uang saat ini sebagai standar utama dalam menilai dan
sebagai hal yang pokok dalam proses pengukuran. Dengan demikian, laporan
keuangan disajikan dengan unit moneter yang disesuaikan dengan jenis mata uang
suatu Negara di mana perusahaan tersebut beroperasi.
Dalam pokok pikiran Paton dan Littleton, Suwardjono (1986) mengemukakan bahwa
satu-satunya data yang pasti yang dapat diperoleh untuk menunjukkan adanya
transaksi pertukaran secara objektif dan untuk menyatakan transaksi pertukaran
tersebut secara homogen adalah jumlah satuan uang yang terlibat dalam
pertukaran. Maka, data tersebut merupakan bahan olah dasar akuntansi.
3. Konsep Kelangsungan Usaha (Going
Concern)
Postulat kelangsungan usaha (going concern) mengasumsikan bahwa
perusahaan akan terus berlanjut sampai waktu yang tidak ditentukan. Implikasi
asumsi ini, pada keadaan luar biasa, nilai laporan likuidasi untuk aset dan
ekuitas adalah ‘pelanggaran’ atas konsep atau asumsi dasar ini. Sebab asumsi kelangsungan
usaha mengasumsikan bahwa perusahaan akan mampu mempertahankan kegiatan
usahanya dalam jangka panjang dan tidak untuk dilikuidasi dalam jangka pendek.
Belkaoui (1992) menambahkan bahwa dengan adanya konsep ini (going concern)
entitas akan melanjutkan operasinya cukup lama untuk mewujudkan
proyek-proyeknya, komitmen, dan kegiatan yang sedang berlangsung.
Mengambil pokok pikiran Paton dan Littleton, Suwardjono (1986) berpendapat
mengenai konsep ini bahwa data keuangan terus terjadi setiap waktu akibat
aliran kegiatan yang berlangsung terus dalam perusahaan dan validitas data
keuangan yang dilaporkan pada waktu tertentu seringkali harus diuji dengan
jalannya kejadian pada waktu yang akan datang. Maka menurutnya, data keuangan
yang dituangkan dalam laporan keuangan harus dianggap bersifat sementara dan
bukannya bersifat final. Secara jelas Suwardjono (2005) menyatakan:
Konsep
ini menyatakan bahwa kalau tidak ada tanda-tanda, gejala-gejala, atau rencana
pasty di masa datang bahwa kesatuan usaha akan dibubarkan atau dilikuidasi,
maka akuntansi menganggap bahwa kesatuan usaha tersebut akan berlangsung terus
sampai waktu yang tidak terbatas.(hlm.223)
Dasar pikiran adanya konsep kontinuitas usaha, Paton & Littleton yang
dikutip Suwardjono (1986) didasarkan karena pertimbangan kepraktisan dan
kemudahan dalam pelaksanaan akuntansi oleh karena jalannya operasi perusahaan
di masa mendatang tidak dapat diduga secara pasti. Konsep ini berimplikasi
terhadap laporan-laporan periodik. Selama perusahaan merupakan wadah aliran
kegiatan yang tidak terputus-putus, maka proses pemenggalan aliran kegiatan ke
dalam periode-periode fiskal atau akuntansi (yang merupakan periode laporan
keuangan) berakibat memutus hubungan kegiatan yang saling berkaitan antara
periode yang satu dengan yang lainnya. Alasan lainnya adalah karena dalam
menghadapi ketidakpastian kelangsungan usaha, maka akuntansi menganut konsep
ini atas dasar penalaran bahwa harapan normal atau umum pendirian perusahaan
adalah untuk berlangsung terus dan berkembang, bukan untuk mati atau
dilikuidasi.
4. Konsep Dua Aspek Akuntansi
Di bawah konsep ini, pada setiap dan masing-masing transaksi dibagi ke
dalam dua aspek. Salah satu aspek berhubungan dengan penerimaan atas suatu manfaat
tertentu sedangkan aspek yang lain berhubungan dengan pemberian atas manfaat
tersebut. Misalnya, ketika mesin yang telah dibeli oleh perusahaan, mesin
memberikan manfaat untuk dapat memproduksi barang atau jasa. Untuk memiliki
mesin tersebut perusahaan harus membayar sejumlah uang kepada supplier mesin.
Dengan demikian setiap transaksi bisnis berkaitan dengan dua aspek yang tidak
terpisahkan dan kedua aspek tersebut dicatat tanpa terkecuali.
Konsep dual aspect ini mendasarkan pada kaidah bahwa untuk
setiap kegiatan bisnis selalu memiliki persamaan dan reaksi sebaliknya. Menurut
konsep ini aset perusahaan akan sama dengan kewajiban ditambah modal. Anthony,
Hawkins dan Merchant yang dikutip Suwardjono (2005) mengemukakan bahwa
sebenarnya konsep dua aspek akuntansi (sistem berpasangan) merupakan turunan
dari konsep kesatuan usaha. Hubungan bisnis antara manajemen dan pemilik
mengakibatkan manajemen harus selalu mempertanggungjawabkan aset yang telah dan
sedang dikelolanya serta menyajikan sumber aset tersebut.
5. Konsep Kos
Pada dasarnya penggunaan
prinsip ini karena perusahaan memiliki kepentingan untuk menentukan nilai jual
dari setiap aset setiap kali perusahaan ingin menilai laba yang diperolehnya.
Di mana penilaian dengan cara yang lain akan mengakibatkan munculnya
subjektifitas sehingga berdampak pada informasi keuangan yang bias. Namun,
dalam standar akuntansi keuangan pun jika hal tersebut menjadi tidak relevan,
maka diperkenankan menilai dengan nilai wajar sebagai basis pengukurannya.
Menurut konsep ini semua transaksi dicatat dalam buku akun senilai dengan
harga pembelian. Misalnya, jika bangunan dibeli dengan harga US$ 75,000 yang
mana secara aktual seharga US$ 100,000, maka dalam buku akun dicatat dengan
nilai harga pembelian, yakni US$ 75,000.
Sebagai tambahan, Suwardjono (1986) dalam pokok pikiran Paton & Littleton,
menyatakan mengenai konsep ini dengan berimplikasi kepada biaya menjadi bagian
penting dari total upaya yang dikorbankan dalam memproduksi dan menjual barang
atau jasa. Pada tiap jenis biaya tersebut dapat digabung-gabungkan berdasarkan
divisi operasi (departemen), bagian dari produk, atau interval waktu
seolah-olah biaya-biaya tersebut mempunyai daya saling mengikat sebagaimana
data ikat yang dimiliki benda fisik.
6. Konsep Periode Akuntansi
Meskipun akuntansi juga berasumsi bahwa bisnis akan tetap ada selama jangka
waktu yang lama dan tidak ditentukan, penting untuk dipantau akun atau
pencatatan dengan keterangan yang jelas untuk periode bisnis yang ditujukan
untuk mengetahui hasil operasi bisnis dan disajikan posisi keuangan untuk
periode tersebut. Biasanya pencatatan dipersiapkan untuk periode satu tahun
yang mana boleh jadi sesuai dengan kalender tahunan sebagai tahun laporan keuangan.
“Konsep perioda menyatakan bahwa akuntansi memperhitungkan laba dengan periode
waktu sebagai takarannya dan bukan angkatan produk,” (Suwardjono, 2003, hlm
101). Lanjut Suwardjono (2003) bahwa sebagai implikasi dari konsep ini adalah
akuntansi menentukan laba dengan menandingkan atau mengasosiasi pendapatan
periode dengan biaya yang dianggap menciptakan pendapatan untuk periode
tersebut. “Jadi, biaya dianggap sebagai upaya untuk menghasilkan pendapatan
dengan waktu sebagai takaran penandingan,” (Suwardjono, 2003: hlm. 101).
7. Konsep Penandingan (Matching Concept)
Dalam akuntansi dikenal
prinsip matching concept. Di mana yang dimaksud dari prinsip
ini adalah dengan diakuinya beban bukan pada saat pengeluaran kas telah terjadi
atau telah dibayarkan. Namun, diakui ketika suatu produk atau jasa secara
aktual memberikan kontribusi terhadap pendapatan. “Pendapatan suatu periode
harus dibebani dengan biaya-biaya yang secara ekonomis berkaitan dengan produk
yang menghasilkan pendapatan tersebut,(Suwardjono, 1986, hlm 116).
Hal ini memungkinkan adanya
biaya yang ditangguhkan dan diperlakukan sebagai aset pada posisi keuangan atau
neraca. Meskipun dalam kenyataannya biaya ditangguhkan tersebut tidak
memberikan manfaat ekonomi di masa depan.
“Expenses are defined as
costs that expire as a result of generating revenues,”(Wolk, Francis, Tearney,
1991, hlm. 124). Bahwa beban ditentukan sebagai upaya untuk memperoleh
penghasilan atau pendapatan. Proses pengakuan beban untuk kategori seperti
depresiasi, harga pokok produk atau penjualan, bunga dan biaya ditangguhkan
disebut dengan konsep penandingan ini (matching concept). Konsep matching berimplikasi
pada biaya diakui secara adil dan secara wajar untuk mengakui pendapatan.
Wolk, Francis, dan Tearney
(1991) menyatakan bahwa konsep matching dengan demikian
memiliki dua aspek:
First,
the historical cost approach often tends to substantially understate
expense measurements relative to the value of expired-asset service. Second,
the “systematic and rational” method employed under generally accepted
accounting principles tend to be extremely arbitrary: a particular problem can
be handled in more than one way. (hlm. 124)
Suwardjono (2003) mengatakan bahwa konsep penandingan merupakan implikasi dari
adanya konsep periode akuntansi. Penandingan (matching) dilakukan untuk
menentukan laba periode tersebut, sehingga pendapatan periode tersebut
ditandingkan dengan biaya-biaya yang dianggap menciptakan pendapatan tersebut.
Maka, biaya dengan demikian merupakan upaya untuk menghasilkan pendapatan
dengan waktu sebagai takaran penandingannya.
8. Konsep Upaya dan Hasil (Effort and
Accomplishment)
Lebih lanjut dalam konsep
penandingan (matching concept) yang berimplikasi pula pada konsep upaya
dan hasil dalam akuntansi, memberikan implikasi bahwa biaya adalah upaya dalam
rangka memperoleh hasil yang dalam hal ini disebut pendapatan. “Secara
konseptual, pendapatan timbul karena biaya bukan sebaliknya pendapatan
menanggung biaya,” (Suwardjono, 2005, hlm. 234). Artinya pendapatan sudah dapat
diakui meskipun belum terealisasi karena adanya pengeluaran atau upaya entitas
dalam melakukan kegiatan produktifnya.
Dalam pokok pikiran Paton
& Littleton, Suwardjono (1986) juga menyatakan bahwa jikalau jumlah rupiah
yang diperhitungkan dalam pembelian barang dan jasa digunakan untuk mengukur
upaya untuk memperoleh hasil. Dan jumlah rupiah tersebut yang diperhitungkan
dalam penjualan barang dan jasa digunakan untuk mengukur hasil yang diperoleh,
maka persoalan utama akuntansi adalah menandingkan biaya (sebagai representasi
upaya) dan pendapatan (sebagai representasi hasil) periodik sebagai pembacaan
alat duga untuk mengetahui penghasilan.
Sumber : http://www.erwinnomic.com/2013/11/konsep-dasar-akuntansi.html
- ETIKA NORMA DAN HUKUM TENTANG AKUNTANSI
1. ETIKA
Pengertian Etika
·
Dari asal usul kata,
Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang
berarti adat istiadat / kebiasaan yang
·
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1995) “ Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang
dianut suatu golongan atau masyarakat “.
·
Menurut Maryani &
Ludigdo (2001) “ Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang
mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus
ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau
profesi “.
·
Etika adalah Ilmu
mengenai apa yang baik dan yang buruk, mengenai hak dan kewajiban moral.
Fungsi Etika
1. Sarana untuk memperoleh orientasi kritis
berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan.
2. Etika ingin menampilkanketrampilan intelektual
yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
3. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil
sikap yang wajar dalam suasana pluralisme.
Jenis – Jenis Etika
1. Etika umum yang berisi prinsip serta moral
dasar.
2. Etika khusus atau etika terapan yang berlaku
khusus.
Etika khusus ini masih dibagi lagi menjadi etika individual dan
etika sosial.
Etika sosial dibagi menjadi:
·
Sikap terhadap sesama.
·
Etika keluarga.
·
Etika profesi misalnya
etika untuk pustakawan, arsiparis, dokumentalis, pialang informasi.
·
Etika politik.
·
Etika lingkungan
hidupserta.
·
Kritik ideologi Etika
adalah filsafat atau pemikiran kritis rasional tentang ajaran moral sedangka
moral adalah ajaran baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap,
kewajiban dsb. Etika selalu dikaitkan dengan moral serta harus dipahami
perbedaan antara etika dengan moralitas.
Faktor yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika
1. Kebutuhan Individu
2. Tidak Ada Pedoman
3. Perilaku dan Kebiasaan Individu yang
Terakumulasi dan Tidak Dikoreksi
4. Lingkungan yang Tidak Etis
5. Perilaku Dari Komunitas
Sanksi Pelanggaran Etika
1. Sanksi Sosial
Sanksi Sosial yaitu sanksi yang berskala relative kecil, dipahami
sebagai kesalahan yang dapat “dimaafkan”.
2. Sanksi Hukum
Sanksi Hukum yaitu sanksi yang berskala besar, merugikan hak pihak
lain.
Aturan Etika Profesi Akuntansi IAI
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan
aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik,
bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di
lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan
standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan
orientasi kepada kepentingan publik.
Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang
harus dipenuhi:
1. Kredibilitas
Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi
2. Profesionalisme
Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh
pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang
akuntansi.
3. Kualitas Jasa
Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan
diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
4. Kepercayaan
Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat
kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh
akuntan.
Kode Etik Ikatan Akuntansi Indonesia terdiri dari 3 bagian yaitu :
1. Prinsip Etika
Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang
mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika
disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota.
2. Aturan Etika
Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya
mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan.
3. Interpretasi Aturan Etika
.Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan
oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari
anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam
penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan
penerapannya.
2. NORMA
·
Norma
Umum (General Standards)
Norma Umum adalah merupakan criteria yang berkaitan dengan
persyaratan dari akuntan pemeriksa atau persyaratan seorang akuntan pemeriksa
sebagai seorang yang menjalankan profesinya.
1. Pemeriksaan harus dilaksanakan oleh seorang atau
beberapa orang yang telah menjalani latihan teknis yang cukup dan memiliki
keahlian sebagai akuntan
2. Dalam segala hal yang berhubungan
dengan penugasan nya akuntan harus senantiasa mempertahankan
kebebasan tindak dan pendapatnya.
3. Dalam melaksanakan pemeriksaan dan menyusun
laporannya akuntan wajib menjalankan kemahiran jabatannya dengan seksama.
·
Norma
Pelaksanaan (Standards Of Field Work)
Norma ini merumuskan kriteria yang harus dipenuhi oleh akuntan
pemeriksa dalam melaksanakan suatu pemeriksaan dengan baik dan melalui
perencanaan yang matang sehingga bukti yang dikumpulkan dapat diandalkan:
1. Pemeriksaan harus direncanakan sebaik-baiknya
dan jika digunakan tenaga-tenaga pembantu, mereka harus dipimpin dan diawasi
dengan baik.
2. Harus ada penilaian atas sistem pengendalian
intern untuk menentukan dapat atau tidaknya sistem tersebut dipercaya dan
sebagai dasar penetapan luasnya pengujian yang harus dilakukan.
3. Pembuktian yang cukup harus diperoleh melalui
penelitian, pengamatan, tanya-jawab dan penegasan sebagai dasar yang layak
untuk pemberian pendapat atas ikhtiar keuangan yang diperiksanya.
·
Norma
Pelaporan Akuntan (Standards Of Reporting)
Norma ini merupakan ukuran yang harus dipenuhi oleh akuntan
pemeriksa dalam menyusun laporannya yang berkaitan dengan apa yang telah ia
laksanakan, dalam laporan tersebut harus mencakup tingkat ketaatan dalam
penerapan Prinsip Akuntansi Indonesia dan harus informatif mengenai
ikhtisar keuangan sebagai keseluruhan:
1. Laporan akuntan harus menyatakan
apakah ikhtiar keuangan telah disajikan sesuai Prinsip Akuntansi
Indonesia.
2. Laporan akuntan harus menyatakan apakah
penerapan Prinsip Akuntansi Indonesia dalam ikhtiar keuangan tahun berjalan
konsisten dibanding dengan tahun lalu.
3. Penjelasan informatif di dalam ikhtiar keuangan
harus dipandang cukup memadai, kecuali jika dinyatakan lain dalam laporan
akuntan.
4. Laporan akuntan harus memuat suatu pernyataan
pendapat mengenai ikhtiar keuangan sebagai keseluruhan atau memuat
suatu penjelasan bahwa penyataan demikian tidak dapat diberikan dimana nanti
akuntan harus memuat dengan jelas dan tegas mengenai sifat pemeriksaan akuntan
(jika pemeriksaan dilakukan), dan tanggung jawab atas apa yang dipikulnya.
Jadi, norma umum berkaitan dengan independensi,etika perilaku, dan
pelaksanaan pemeriksaan yang hati- hati. Norma pelaksanaan berkaitan dengan
konsep bukti. Norma pelaporan berkaitan dengan konsep penyajian yang wajar.
Didalam norma itu juga mencakup, tanggungjawab akuntan publik, unsur-unsur
norma pemeriksaan akuntan yang antara lain meliputi : pengkajian dan penilaian
pengendalian intern, bahan penjelasan dan pembuktian informatif, serta
pembahasan mengenai peristiwa kemudian, laporan khusus dan berkas penerimaan
3. HUKUM
·
Dasar
Hukum Akuntansi
Bicara masalah hukum yang berkaitan dengan kegiatan pembukuan atau
Akuntansi terdapat pada beberapa Undang-Undang yang berlaku di Negara
Indonesia.
Beberapa Dasar Hukum yang berlaku di Indonesia sebagai berikut :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Dangang (KUHD) Pasal 6
ayat 1 sampai dengan ayat 3
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
kewajiban bagi orang atau badan atau lembaga untuk melakukan pencatatan
pembukuan yang dapat menyajikan informasi cukup untuk menghitung penghasilan
kena pajak.
3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1983 Tentang wajib
pajak dalam negeri yang wajb menyelenggarakan pembukuan sehingga bisa di hitung
besarnya penghasilan yang kena pajak.
4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Pasal 13
5. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 Pasal 6
6. Kitab Undang-Undang Hukum Dangang (KUHD) Pasal 7
7. Kitab Undang-Undang Hukum Dangang (KUHD) Pasal
12
8. Undang-Undang Perpajakan Nomor 16 Tahun 2000
Pasal 28 Ayat 1 sampai dengan Ayat 6
Sumber : Modul Kuliah “Etika Profesi Akuntansi “ . Oleh : Beny
Susanti
http://dhefriani27.wordpress.com/2011/11/14/hubungan-kode-etik-dengan-norma-pemeriksaan-akuntansi-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar