Rabu, 13 November 2013

SOFTSKILL BAHASA INDONESIA

PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR SERTA CONTOH PENGGUNAANNYA

Bahasa sebagai media penghatar pesan, saat ini telah mengalami ekspansi makna jika dibandingkan dengan pada saat ditemukan untuk pertama kali. Lebih khusus membahas bahasa Indonesia, maka tak ayal lagi dengan sangat mudah dapat kita jumpai perkembangan makna yang ada di dalamnya. Berbagai ragam – seperti bahasa Ngondek, Alay sampai Slank yang sudah ada sejak dahulu – dewasa ini menjadi sebuah pola yang digunakan oleh masyarakat di sekitar kita sebagai alat komunikasi.
Oleh sebab itu, dapat kita simpulkan secara eksplisit bahwa pemakaian ragam baku sebagai media komunikasi sudah amat jarang digunakan saat ini, terkecuali untuk format acara-acara resmi baik untuk institusi swasta maupun pemerintahan.
Bicara soal pemakaian ragam baku yang sesuai dengan kaidah EYD, maka akan muncul pemahaman-pemahaman seperti awalan Me-N sebagai bahan awal . Ketika dalam format baku, kita akan menemui kata-kata memesona dan memrakarsai untuk mengatakan figur yang 1) memiliki pesona dan 2) menggerakan insiatif sebuah ide / gerakan, maka akan berbeda apabila kita berbicara dengan rekan sejawat seperti pada contoh berikut :
“ Wuihh, kemarin liat Messi ngga bro? Mempesona banget ngelewatin Madrid!”
“ Ya wajar lah! Orang dia yang memprakarsai kegiatan itu dari awalnya”
Belum lagi kalau kita kaji lebih dalam kaitannya dengan ragam nomina, kata kerja, kata sifat, dan kata keterangan, yang pasti di dalamnya dapat dengan mudah kita temui berbagai contoh yang lebih gamblang sebagai pembeda.
Untuk nomina, kata saya sebagai penyebut orang pertama tentulah sudah amat sangat jarang kita dengar di dalam pergaulan antarmahasiswa atau katakanlah sesama supir angkutan umum. Sebaliknya, kata panggilan gue, penulis menjamin bahwa tidaklah akan digunakan pada saat Presiden SBY memimpin sidang kabinet.
Untuk ragam kata kerja, kata malas yang memiliki arti enggan untuk melakukan sesuatu, acap kali diucapkan bahkan dituliskan sebagai males di dalam percakapan sehari-harinya. Bahkan, untuk kaitannya dengan frase, maka terbentuklah beberapa frase baru dengan merujuk pada kata males, seperti pada mager atau males gerak.
Sehingga, kalaupun kita hendak mengimplementasikan keseluruhaan ragam EYD secara baik dan benar, maka sudah barang tentu dibutuhkan sebuah usaha yang gigih dan semaksimal mungkin. Karena pada dasarnya, sikap resistensi atau penolakan terhadap penggunaan ragam EYD bukanlah ditimbulkan dari keberatan sekelompok orang karena merugikan mereka, melainkan karena ragam tidak baku yang mereka gunakan, dinilai sudah cukup praktis di dalam hal implementasinya.
Hal inilah yang pada akhirnya menjadi acuan, bahwa bahasa yang dipergunakan sebagai alat komunikasi, cenderung bukanlah bahasa baku atau dalam hal ini bahasa yang ragam penulisannya mengikuti kaidah yang sudah ditetapkan.
Sebaliknya, bahasa Indonesia dengan dinamika yang semakin luas ada di masyarakat kita, telah mengalami proses tranformasi dengan keseharian masyarakat, sehingga dapat penulis katakan bahwa fungsi bahwa yang sesuai adalah sebagai penyampai pesan tanpa perlu mengindahkan kaidah baku yang berlaku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar